Percayakah Kamu dengan 3 Mitos Tentang Antibiotik Di Indonesia?



Apa saja mitos seputar antibiotik yg perlu dipertanyakan ulang? Antibiotik seringkali dianggap menjadi “yang kuasa” penyembuh aneka macam penyakit. Saat sakit flu, minum antibiotik. Saat tidak lezat   badan, minum antibiotik. Pokoknya, apa pun penyakitnya, tidak sedikit orang yg memercayakannya pada antibiotik.

Padahal, tidak seluruh penyakit membutuhkan antibiotik buat menanganinya. Tapi apa daya, sebagian orang sudah telanjur menduga antibiotik sebagai obat dari segala obat. Mitos misalnya inilah yg harus segera diluruskan sebelum resistansi antibiotik terjadi dalam banyak orang. 

Ada beberapa faktor yang membuat banyak orang biasa mengonsumsi antibiotik. Pertama, kurangnya liputan mengenai efek mengonsumsi antibiotik secara asal-asalan. Kedua, kurang disiplinnya pihak apotek pada memberikan obat pada pembeli. Di negara lain, hadiah obat antibiotik kepada konsumen sangatlah ketat, misalnya harus menggunakan resep dokter.

Berikut ini beberapa mitos seputar antibiotik yang nir perlu Anda percaya lagi: 

1. Mitos: Antibiotik, obat dari segala macam penyakit.

Fakta: Antibiotik dipercaya obat yang dapat menyembuhkan segala macam penyakit. Apa pun jenis penyakitnya, orang tidak akan berpikir dua kali buat menggunakan antibiotik. Padahal, pandangan ini sangat galat. 

Antibiotik merupakan obat antibakteri yang hanya dipakai buat membunuh bakteri. Jika penyebabnya bukan lantaran bakteri, maka tidak perlu menggunakan antibiotik untuk terapinya.

Misalnya Anda mengalami flu karena alergi, terapi yang tepat bukanlah antibiotik melainkan antihistamin dan menjauhi alergennya. Saat Anda flu karena alergi & diobati dengan antibiotik, maka keluhan pun akan terus terdapat.

2. Mitos: Antibiotik dikonsumsi seperti obat lainnya.

Fakta: Antibiotik memiliki aturan minum tersendiri. Berbeda menggunakan obat lain yang boleh tidak boleh waktu keluhan mereda, antibiotik hanya boleh dihentikan ketika obat yg diberikan oleh dokter habis—walaupun keluhan sudah mereda. Ini penting agar semua bakteri “dursila” mangkat  dan tidak tersisa.

Sayangnya, karena kurangnya berita, banyak sekali pengguna yg menyalahi anggaran ini. Mereka akan menghentikan penggunaan segera sesudah keluhan mereda, meskipun obat belum habis.

Perlu diketahui bahwa penggunaan antibiotik yang nir sesuai menggunakan aturannya, akan menaikkan resiko resistansi terhadap antibiotik. Artinya, tubuh menjadi kebal terhadap antibiotik, sehingga apabila ada bakteri yg hinggap pada tubuh pada lalu hari, bakteri tadi nir akan tewas menggunakan hadiah antibiotik yang sama.

Jadi, apabila Anda mendapatkan terapi antibiotik menurut dokter, konsumsilah obat tadi sinkron dengan anjuran & habiskan. Dengan demikian, bakteri yg ada di dalam tubuh benar-benar mati & menurunkan risiko resistansi antibiotik.

3. Mitos: Antibiotik residu boleh dikonsumsi saat sakit pada lalu hari.

Fakta: Antibiotik yg diberikan buat satu penyakit akan tidak sinkron dengan penyakit yang lain. Contohnya, antibiotik yang diberikan buat penyakit infeksi saluran kemih akan tidak selaras dengan antibiotik buat penyakit infeksi saluran pernapasan. Lantaran itu, residu dari antibiotik penyakit sebelumnya tidak seharusnya diberikan saat Anda mengalami penyakit infeksi yang lain.

Jika Anda mendengar bahwa penyakit sahabat atau tetangga Anda sembuh karena antibiotik A, bukan berarti antibiotik A sanggup  Anda gunakan untuk mengobati penyakit yang Anda alami.

Patuhilah anjuran dokter Anda dalam memakai obat antibiotik. Apabila dokter meminta Anda buat menghabiskannya, ikuti saran tadi dengan baik. Ingat, pemakaian antibiotik yg tidak bijak malah bisa merugikan kesehatan Anda pada kemudian hari.


Sumber: KlikDokter

0 Response to "Percayakah Kamu dengan 3 Mitos Tentang Antibiotik Di Indonesia?"

Post a Comment